Menu

Mode Gelap
Seorang Kakek di Langsa Lecehkan Sembilan Bocah Pekan Ini, Pagelaran Budaya Aceh Terpusat di Kota Langsa Proyek Jalan Alue Gadeng-Alue Punti di Kecamatan Birem Bayeun Mangkrak PPA Langsa Sosialisasi Penanganan KDRT Terdampar di Aceh, 230 Etnis Rohingya Butuh Tempat Penampungan

Opini · 24 Des 2017 14:07 WIB ·

Qua Vadis Pemuda Aceh Singkil: Menyulap Daerah “4 Ter” Menjadi Daerah Satelit


 Qua Vadis Pemuda Aceh Singkil: Menyulap Daerah “4 Ter” Menjadi Daerah Satelit Perbesar

Oleh : Sadri Ondang Jaya

18 tahun lalu, Aceh Singkil ditetapkan pemerintah RI menjadi daerah otonom. Ia mekar dari kabupaten induknya, Aceh Selatan. Hal ini sebagaimana termantuf dalam Undang-Undang Nomor: 14 Tahun 1999.

Kendati usia Aceh Singkil telah beranjak dewasa. Namun, daerah yang berjuluk nagari Syekh Abdurrauf itu belum bisa dikategorikan daerah berkembang. Ia masih tergolong daerah nelangsa. Alias daerah “tersingkir”.

Ketersingkiran Aceh Singkil itu, telah dilegitimasi pula oleh Peraturan Presiden Nomor 131 tahun 2015. Isinya menyatakan, Aceh Singkil termasuk salah satu daerah miskin di Indonesia.

Tak cukup itu saja, Aceh Singkil pun di kalangan masyarakat ‘tertentu’ telah mendapat stigma sebagai daerah “4 Ter”. Terpencil, termarginal, termiskin, plus terbanjir.

Pelabelan Aceh Singkil sebagai daerah 4 Ter, membuat banyak orang terkesiap dan gusar. Pedih rasanya, bak daging tersayat sembilu.

Di antara elemen masyarakat yang paling gusar tadi, adalah kalangan mahasiswa dan pemuda. Yang notabene, merekalah sesungguhnya pemilik sah Aceh Singkil ke depan.

Apa yang membuat Aceh Singkil mendapat gelar 4 Ter? Setelah ditelusuri, rupanya, pemberian gelar itu berdasarkan hasil surve statistik dengan menggunakan sejumlah indikator.

Salah satu indikator itu adalah, Aceh Singkil memiliki pertumbuhan ekonomi dan geliat pembangunan sarana dan prasarana yang masih minim.

Ditambah lagi, kemampuan keuangan dan aksesbilitas Aceh Singkil, berada di bawah rata-rata nasional.

Sebenarnya, jika ditilik dan dicermati dari potensi yang dimiliki Aceh Singkil dan letaknya yang sangat strategis, mustahil Aceh Singkil menyandang stigma daerah 4 Ter.

Aceh Singkil menjadi daerah 4 Ter, menurut saya, karena
potensi sumberdaya yang dimiliki Aceh Singkil selama ini, belum dikelola, garap, dan diberdayakan dengan baik, serius, dan optimal.

Untuk mengelola potensi Aceh Singkil atau mengekspolatasi rahmat menjadi nikmat, bukanlah pekerjaan mudah. Para pendahulu kita, telah berusaha mewujudkannya.

Namun, apa daya : “Mereka telah coba apa yang mereka bisa. Tapi kerja belum selesai. Belum apa-apa.”

Jadi, untuk memupuskan gelar daerah 4 Ter. Dengan kata lain, menciptakan Aceh Singkil yang makmur dan sejahtera. Pemudanya tak boleh berpangku tangan. Apalagi diam.

Pemuda Aceh Singkil, harus bangkit, tegak, dan bergerak. Bekerja, dan bekerja. Melanjutkan ‘kerja yang masih terbangkalai dan belum apa-apa’.

Menyiasati hal itu, tak boleh ditawar-tawar lagi, hari ini dan seterusnya, pemuda harus memainkan peran dengan cara bersinergi dengan elemen masyarakat terutama Pemkab. Aceh Singkil dalam menggali, menggarap, dan memberdayakan segala potensi yang dimiliki Aceh Singkil.

Kemudian turut serta menyeting, menggerakkan, dan memacu pembangunan.

Jangan pernah mengatakan, tak bisa. Pemuda Aceh Singkil harus percaya diri: “Aceh Singkil itu hebat.” Hebat sejarahnya, hebat budayanya. Hebat etos kerjanya.

Lalu, pemuda yang bagaimana dibutuhkan menggarap potensi alam, menggeliatkan ekonomi Aceh Singkil dan menyulap daerah 4 Ter menjadi daerah satelit itu?

Pemuda yang berhati dan berpikir jernih, serius, dan punya sikap mental yang elok dan mumpuni.

Terutama, pemuda tadi harus cerdas, jujur, energik, dan berani. Jika perlu, sosok pemuda yang “rada-rada gila”.

Artinya, pemuda itu memiliki personality, behaviour, dan the sense of power. Sanggup sebagai agen of change.

Setelah itu, pemuda harus pula punya inovasi dan kreatifitas. Ia memiliki visi, misi, dan strategi yang jelas.
Selalu menciptakan harapan atau impian-impian baru. Tak kalah pentingnya, ia harus selalu optimis dan memiliki pemikiran yang terbuka.

Sebab, harapan baru, rasa optmisme yang tinggi, dan keterbukaan berpikir, akan memberikan dorongan dan menggelorakan semangat perubahan.

Untuk memelihara harapan agar terus hidup dan berkembang, pemuda harus menunjukkan progres melalui hal-hal yang dapat dilihat secara kasat mata. Tidak ‘cet langit’ atau omong doang.

Ia harus mampu mengajak orang lain melihat apa yang ia “lihat”, lalu bergerak dan menuntaskannya.

Memang, mencari sosok pemuda yang demikian, sangat susah. Apalagi di tengah-tengah menguatnya budaya pragmatisme seiring dengan mengglobalnya dunia.

Budaya di kalangan orang tua Aceh Singkil pun, belum kondusif. Mereka belum terbiasa memberikan dukungan, kesempatan, dan peluang kepada pemuda untuk mewujudkan ide-ide cemerlang. Pemuda itu baru berbuat, terus dipatahkan. Kapan mereka bisa?

Akibatnya, pemuda Aceh Singkil kekinian terjebak pada kepercayaan diri yang berlebihan yang muaranya pada kepentingan prakmatis, materialis, dan berorientasi pada kelompok dan etnis.

Kendati begitu, kita tak perlu pesimis. Masih banyak pemuda-pemudi Aceh Singkil yang baik. Mereka cerdas, pemikirannya idealis dan brillyan.

Malah, sekarang banyak pemuda Aceh Singkil yang beraninya luar biasa, urat takut telah hilang. Mereka pun memiliki komitmen tinggi untuk membangun Aceh Singkil.

Mereka-mereka itu, pasti mampu menghilang stigma Aceh Singkil dari daerah 4 Ter menjadi daerah satelit yang berkembang dan maju. Bahkan, tidak mustahil menjadi daerah Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Itu semua bisa dilakukan dengan syarat: Qua vadis pemuda Aceh Singkil, harus bergerak serempak dan mengarah pada perubahan. Sekali perubahan.

Syarat lainnya, pemuda Aceh Singkil harus meninggalkan cara berpikir lama nan usang.

Karena Peter Drucker pernah mengatakan,“Bahaya terbesar dalam turbulensi (menimbulkan gangguan, keresahan, dan tidak nyaman) bukan turbulensi itu sendiri, melainkan ‘cara berpikir kemarin’ yang masih dipakai untuk memecahkan masalah sekarang.”

“Pemuda Aceh Singkil hari ini, jangan pernah mengulang kesalahan masa lalu. Keledai saja, tak pernah terperosok dua kali dalam lubang yang sama.”

Nah, mari kita sambut pemuda Aceh Singkil sebagai agen of change. Sehingga Aceh Singkil menjadi daerah yang gilang gemilang.

Bung Karno, presiden Indonesia pertama mengungkapkan: “Berikan kepadaku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya, tetapi berikan kepadaku 10 pemuda, akan kuguncangkan dunia ini.”

Artikel ini telah dibaca 43 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Agusni AH : Demokrasi Sukses bersama Penyelenggara Pemilu yang Bebas dan Berkala

22 Desember 2023 - 11:06 WIB

Wakil Ketua KIP Aceh Agusni, AH

Mengenal Aceh dari Tiga Sagoe

15 Oktober 2023 - 12:00 WIB

Bermula dari Makkah, Perlawanan Suku Quraish dan Dilema Menjalankan Sistem Keuangan Syariah di Aceh

13 Mei 2023 - 11:22 WIB

Jaminan Akal-Akalan Penguasa Buruh Makin Resah

21 Februari 2022 - 08:06 WIB

Erupsi Korupsi di Masa Pandemi

9 Desember 2021 - 20:58 WIB

Kegiatan Usaha di Aceh Tumbuh Positif

1 November 2021 - 18:01 WIB

Foto : Kepala BI Aceh, Achris Sarwani.
Trending di Aceh