Menu

Mode Gelap
Seorang Kakek di Langsa Lecehkan Sembilan Bocah Pekan Ini, Pagelaran Budaya Aceh Terpusat di Kota Langsa Proyek Jalan Alue Gadeng-Alue Punti di Kecamatan Birem Bayeun Mangkrak PPA Langsa Sosialisasi Penanganan KDRT Terdampar di Aceh, 230 Etnis Rohingya Butuh Tempat Penampungan

Opini · 27 Jul 2020 21:02 WIB ·

Covid-19 : Antara Abu Mudi dan Abu Ubaidah Al Jarrah, Lalu Apa?


 Foto : Yulizar Kasma, Dosen Epidemilogi kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar, Mahasiswa S3 Ilmu kesehatan Masyarakat FKM Universitas Sumatera Utara dan Fouder Kesmas Peduli. Perbesar

Foto : Yulizar Kasma, Dosen Epidemilogi kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar, Mahasiswa S3 Ilmu kesehatan Masyarakat FKM Universitas Sumatera Utara dan Fouder Kesmas Peduli.

Aceh dihebohkan dengan informasi penambahan angka positif Covid 19. Yang membuat jagat Aceh gempar adalah sosok yang juga terkonfirmasi Covid 19 itu ulama kharimastik Aceh, Tgk Hasanol Basri atau yang lebih dikenal Abu Mudi.

Informasi positif Covid 19 Abu Mudi didapatkan dari Direktur Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA), Dr. dr. Azharuddin, SpOT K-Spine FICS. Bahwa setelah dilakukan serangkaian tes mulai dari rapid test antigen yang reaktif hingga dilakukan Tes Cepat Molekuler (TMC) yang lumayan mahal dan kurang populer, keluarlah hasil bahwa Tgk Hasanol Basri terkonfirmasi positif.

Persoalan belakangan terjadi, ketika sebagian pecinta atau santri Abu Mudi yang tidak percaya dengan hasil uji yang dilakukan. Maka berbagai anggapan miringpun tersebar ditengah masyarakat, bahwa ada sesuatu yang membuat hasil tes abu mudi cepat sekali keluar.

Rilis dari Rabithah Thaliban Aceh (RTA) ikut mempertanyakan masalah ini kemudian oknum anggota DPR Aceh dari Partai Sira dan Partai Acehpun berlagak kritis.

Tentu kita belum bicara komentar dan sumpah serapah netizen terhadap pihak RSUZA yang dianggap punya alasan tertentu yang membuat Abu Mudi harus “dipaksakan” positif.

Semacam teori konspirasi level Aceh, terlebih yang tidak menarik lagi ada menyeret persoalan ini keranah wahabi non wahabi yang sebenarnya tidak ada korelasi sama sekali. Mungkin karna beberapa kali pengajian da’i salafi di mesjid RS melahirkan prasangka buruk dari beberapa kalangan ini.

Pandemi Covid 19

Sejatinya Covid 19 ini virus yang telah menewaskan 618.407 lebih manusia, positif covid 19 lebih 15.080.860 kasus dengan tingkat kesembuhan lebih 9.102.398 kasus menurut data worldometer (22/7/2020).

Sedangkan kasus di Indonesia sudah melewati angka 90.000 kasus dengan tingkat kematian menuju angka 5000, khusus Aceh data yang disampaikan sudah mendekati 200 yang positif dan 10 meninggal dunia.

Untuk diketahui bahwa virus ini tidak mengenal status sosial, agama, pekerjaan, warna kulit, bangsa atau keilmuan. Semuanya bisa tertular bahkan banyak tenaga kesehatan yang telah gugur dalam upaya penanggulangan Covid 19 di Indonesia, menurut data amnesty internasional (13/72020) setidaknya ada 89 tenaga kesehatan yang gugur mencakup dokter, dokter gigi dan perawat.

Rinciannya 60 dokter. 23 perawat dan 6 dokter gigi. Sedangkan jumlah positif pada tenaga kesehatan di Indonesia sebanyak 878 kasus.

Apa yang terjadi pada Tgk Hasanoel Basri yang reaktif uji Rapid Test antigen dan positif Covid 19 menurut Tes Cepat Molekuler, juga terjadi sebelumnya terhadap tokoh agama katolik di medan. 1 uskup agung dan 4 pastor gereja katolik terkonfirmasi positif, begitupun dengan Rektor Universitas Sumatera Utara juga terkofirmasi positif.

Hanya saja tidak ada diantara jama’ah katolik medan yang menuduh hal buruk terhadap kejadian yang menimpa pemuka agama mereka di Kota medan. Pun dengan “santri” di Univesitas Sumatera Utara tidak ada yang menuduh dan mencurigai tenaga Kesehatan melakukan semacam sabotase terhadap pimpinan tertinggi “ dayah” mereka.

Abu Ubaidah Al Jarrah

Abu Ubaidah Al Jarrah salah satu sahabat mulia Rasulullah Sallallahu Alaihi Wassalam yang diberikan jaminan Syurga oleh Nabi.

Pada tahun ke 16 atau 18 Hijrah zaman Khilafah Rasyidah di tangan Amirul Mukminin Umar Ibnu Khattab. Salah satu tempat di Syam dan Abu Ubaidah mendapat tugas sebagai Gubernur Syam diserang wabah penyakit menular.

Menurut Al- ‘Allamah al – Muhaqqiq Muhammad bin Rasul Al Husaini dalam buku beliau al – Sya’ah Li Asyrot al-sa’ah, bahwa setidaknya ada 5 kejadian tha’un yang berbahaya yang pernah menimpa dunia Islam diawal-awalnya.

Pertama tha’un Syirawaih pada zaman Nabi Muhammad,. Kedua, Tha’un a’mwas pada masa khalifah Umar Ibnu khattab, tha’un inilah yang menggugurkan sahabat mulia Abu ubaidah al jarrah. Ketiga Tha’un al jarif, keempat tha’un fatayat dan tha’un Asyraf.

Penduduk Damaskus dilanda bencana non alam berupa wabah menular (Tha’un) A’mwas. Penyakit ini menggugurkan puluhan ribu jiwa. Sahabat Nabi selain Abu Ubaidah al Jarrah, yang menjadi korban penyakit menular ini dan syahid dengannya adalah Muadz bin jabal, Yazid bi Abi Sofyan, Suhail bin Amr dan putranya Abu jandal dan beberapa lainya.

Bersikap Sabar

Melihat korban sahabat Nabi cukup banyak, dan Abu ubaidah al Jarrah memiliki keutamaan yang cukup istimewa berserta dengan sahabat-sahabat syahid akibat penyakit menular ini.

Apalagi hanya seorang ulama akhir zaman jika memang sudah ditakdirkan Allah terpapar penyakir menular. Kecuali mengganggap Abu Mudi seperti baja yang tidak punya sel dan tidak punya jalur masuk Covid 19 baru boleh kita katakan beliau tidak mungkin tertular.

Memang pandemi Covid 19 zaman kita ini berbeda dengan wabah zaman khalifah umar dari sisi agen, host atau vektornya. Tapi hal mendasarnya keduanya sama, sama-sama berbahaya dan sama-sama menular.

Sikap penuh curiga terhadap tenaga kesehatan yang mengurus Abu Mudi harus dihentikan, begitupun dengan sikap apatis terhadap bahaya Covid 19 ini. Apa lagi berbicara tentang hal kita tidak punya pengetahuan pada bidang itu.

Uniknya, ada mendadak jadi virologi, yang mendadak jadi pakar epidemiolog, mendadak menjadi ahli Kesehatan Masyarakat, mendadak menjadi Dokter dan ahli Laborarium klinis yang akhirnya menyabarkan narasi hoaks ditengah masyarakat.

Sikap yang paling ideal harus dilakukan oleh pecinta Abu Mudi yang positif Covid 19 adalah dengan mendoakan beliau, memberikan motivasi kepada tenaga kesehatan dan meminta orang yang pernah kontak dengan Abu Mudi dalam kurun waktu beberapa hari ini untuk melapor.

Kemudian menggunakan masker standar dan mengkarantina diri sendiri dalam beberapa waktu hinga dipastikan negatif. Solusi terbaik untuk masalah ini tidak ada lain kecuali sholat, sabar dan terus berikhitiar, jangan sampai orang luar beranggapan pecinta ulama kok anti ilmu pengetahuan.

 

Penulis adalah Dosen Epidemilogi kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar, Mahasiswa S3 Ilmu kesehatan Masyarakat FKM Universitas Sumatera Utara dan Fouder Kesmas Peduli.

Artikel ini telah dibaca 568 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Agusni AH : Demokrasi Sukses bersama Penyelenggara Pemilu yang Bebas dan Berkala

22 Desember 2023 - 11:06 WIB

Wakil Ketua KIP Aceh Agusni, AH

Mengenal Aceh dari Tiga Sagoe

15 Oktober 2023 - 12:00 WIB

Bermula dari Makkah, Perlawanan Suku Quraish dan Dilema Menjalankan Sistem Keuangan Syariah di Aceh

13 Mei 2023 - 11:22 WIB

Jaminan Akal-Akalan Penguasa Buruh Makin Resah

21 Februari 2022 - 08:06 WIB

Erupsi Korupsi di Masa Pandemi

9 Desember 2021 - 20:58 WIB

Kegiatan Usaha di Aceh Tumbuh Positif

1 November 2021 - 18:01 WIB

Foto : Kepala BI Aceh, Achris Sarwani.
Trending di Aceh