Photo: Jakarta Post
Wartanusa.id – Organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia, PP Muhammadiyah, mengatakan trend ekstrimisme akhir-akhir ini telah menjadi umum di seluruh dunia.
“Ekstrimisme bukan milik satu agama atau satu bangsa. Ini (ekstrimisme) adalah masalah besar yang ada di masyarakat sekarang ini,” ujar Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir beberapa waktu lalu.
Lebih lanjut lagi Haedar mengatakan bahwa Muhammadiyah siap untuk bekerja sama dengan elemen masyarakat lainnya untuk menghilangkan segala bentuk ekstrimisme di Indonesia.
Keterangan yang disampaikan Haedar ini disampaikan setelah ia memenuhi udangan Presiden Joko Widodo di Istana Negara. Tidak seperti diskusi dengan pemimpin Nahdlatul Ulama (NU), Said Aqil Siradj, dimana NU dan Jokowi sangat prihatin atas meningkatnya ekstrimisme di Indonesia, pada pertemuan kali itu Jokowi hanya berdiskusi dengan Haedar berkaitan dengan hal-hal yang bersangkutan dengan pengembangan masyarakat.
“Kami terutama membahas bagaimana kita dapat mengurangi kesenjangan kesejahteraan dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan untuk pemberdayaan masyarakat,” ujar Haedar.
Menurut Haedar, akibat tingkat kesenjangan sosial yang tak merata menimbulkan sejumlah masalah dalam masyarakat. Karena itu, Muhammadiyah mendorong pemerintah mencari terobosan mengatasi masalah kesenjangan melalui kebijakan-kebijakan negara.
Lebih lanjut lagi Haedar menjelaskan berapa banyak penduduk lokal yang menjadi korban proyek pembangunan yang menyangkal hak rakyat atas tanah yang sudah lama ditinggalinya. Contohnya di Papua, masyarakat adat di beberapa daerah di Papua telah kehilangan tanah mereka.
“Melalui program-programnya, Muhammadiyah telah membeli tanah untuk warga di beberapa daerah dan memberi mereka hewan ternak untuk dikembang biakkan. Program tersebut pun bekerja dengan baik. Presiden tertarik mendengar program kami tersebut, “katanya
Diketahui beberapa hari sebelumnya Presiden Jokowi juga mengundang Ketua PBNU, Said Aqil Siradj untuk makan siang di Istana Kepresidenan. Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar satu jam itu, keduanya membahas soal gejala menguatnya Islam radikal di Indonesia.
Selama makan siang berlangsung, Jokowi dan Said Aqil membicarakan situasi keislaman saat ini. Said Aqil mengatakan indikasi fenomena menguatnya Islam radikal merupakan agenda bersama yang dihadapi pemerintah dan masyarakat. Tujuannya adalah untuk memperkuat kembali Islam moderat. “Harus dibangun lagi dan diperkuat kembali,” kata Said Aqil.
(as)