Jakarta | Mulai mencuatnya sebuah usulan yang muncul di kalangan legislator terkait Jabatan Presiden yang akan dirubah dari 2 periode menjadi 3 periode, menjadi satu pembahasan politik yang cukup santer di kalangan elite politik di negeri ini.
Sebagian besar Pengamat dan Akademisi Ilmu Politik dalam negeri, menolak dengan alasan akan terjadi kemunduran demokrasi dan juga akan menghambat kaderisasi kepemimpinan nasional yang akan datang.
Namun ada sebagian praktisi politik serta analis politik yang setuju dengan gagasan dan usulan tersebut, perihal persetujuannya didasarkan pada prinsip logika politik, yang menyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat. Maka substansi logika politiknya adalah, bahwa ketika rakyat masih menginginkan seorang presiden itu melanjutkan kepemimpinannya dan kemudian dalam proses pemilu, rakyat tetap menjatuhkan pilihannya terhadap sosok presiden tersebut, maka sudah tidak penting masalah masa jabatan presiden.
Ketika rakyat masih menghendaki seorang pemimpin atau tokoh publik untuk menjadi Presiden, maka selama rakyat mau memilihnya, maka selama itu pula pemimpin tersebut akan terus menduduki jabatan Presiden.
Namun, kajian ilmu politik cenderung menilai bahwa kepemimpinan yang terlalu panjang masa berlakunya, akan menimbulkan oligarki politik yang berdampak pada kesenjangan sosial yang justru menimbulkan banyak hal negatif bagi kemajuan satu negara.
Prinsip Demokrasi yang sesungguhnya menjadi pijakan utama dalam sistem politik di Indonesia mengajak masyarakat bangsa Indonesia menjadikan Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa. Yang secara filosofi, tersirat bahwa Presiden sebagai Figur Bangsa haruslah memiliki sikap dan sifat yang sejalan dengan Pancasila dan seluruh butir butir Pancasila yang ada di dalamnya.
Banyak diantara kita yang lupa, bahwa didalam sila sila Pancasila ada butir butir Pancasila yang memuat kaidah kaidah, norma norma dan aturan dasar yang meliputi berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karenanya jika memang masa jabatan presiden itu dinilai penting untuk menjaga stabilitas bangsa serta mewujudkan kedaulatan yang kokoh bagi bangsa Indonesia, maka sudah seyogyanya ada sebuah tinjauan ulang mengenai masa jabatan yang tadinya dibatasi 2 periode, maka bisa ditambahkan menjadi 3 periode.
Dalam perspektif politik anggaran yang menjadi landasan aktualisasi pembangunan dalam berbagai bidang, maka Presiden sebagai Kuasa Pengguna Anggaran Pembangunan Nasional hendaknya dibatasi oleh durasi waktu yang bertujuan untuk mencegah munculnya sikap dan sifat otoriter karena mendapat satu dukungan kekuatan ekonomi yang sangat rentan berpotensi terjadinya penyelewengan penggunaan anggaran oleh Para Pembantu Presiden dan atau oleh Pendukung, Kolega dan Keluarga Presiden.
Ketimpangan ekonomi yang terjadi akibat situasi politik yang tidak stabil, akan menimbulkan gejolak yang sangat sulit terbendung oleh segenap kekuatan militer sekalipun.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, setidaknya dalam sistem demokrasi yang berdasar Pancasila, serta sumber kekuatan yang berasal dari Partai Politik, seperti sekarang ini. Hendaknya masing masing kelompok harus berlomba lomba memunculkan dan melakukan kaderisasi kepemimpinan secara serius, guna kontestasi Pemilihan Presiden demi kepentingan stabilitas nasional.
Dengan prinsip menjaga kerukunan Nasional, maka Presiden seyogyanya tetap dibatasi dua periode, namun Presiden berkewajiban membuat satu akselerasi pengembangan Sumber Daya Manusia dengan muara terbentuknya Kader Pemimpin Bangsa yang siap melanjutkan dan menerima tongkat estafet kepemimpinan nasional untuk menjadi semakin baik.
Banyak figur Tokoh Muda di bangsa indonesia ini, yang memiliki kapabilitas dan bekal pendidikan akademisnya memadahi. Tinggal diberikan sebuah penguatan doktrin nasionalisme yang harus terpatri dalam jiwa dan raga Kader Pemimpin dimaksud.
Semoga Berkenan
Salam Kerukunan Nasional
Penulis :
– Ketua Umum
Lembaga Perkumpulan
Jurnal Wicaksana Media Istana Kenegaraan.
– Sekjen Asosiasi Wartawan Demokrasi Indonesia.
– Alumni Lemhannas Taplak Pemuda Angkatan VI