
Wartanusa.id – Diantara tren global yang tengah marak belakangan ini, perkembangan berita palsu atau berita hoax semakin membabi buta terlebih di musim pemilu seperti di pemilu AS yang juga tak luput dari pemberitaan palsu dan penyebaran hoax pun begitu dengan Indonesia yang tak lepas dari penyebaran hoax yang sudah tak terhitung jumlahnya.
Salah satu perusahaan Australia yang bergerak di bidang pemantauan media, Isentia mengungkapkan bahwa berita-berita dari situs yang meragukan dan sumber lain yang belum dapat terverifikasi dengan baik telah menebarkan berita palsu dan hoax khsusunya menjelang pilkada serentak pada 15 Februari.
Deddy Mulyana, guru besar program studi komunikasi di Universitas Padjajaran mengatakan fenomena berita palsu dan hoax berkaitan dengan pola pikir orang Indonesia yang belum terbiasa dengan perbedaan pendapat dan demokrasi.
“Orang Indonesia senang berbicara dan berbagi cerita. Sayangnya banyak dari mereka yang tidak bisa membedakan antara fakta dan kebohingan,” ujar Mulyana.
“Banyak orang yang tidak mendasarkan pendapat mereka dengan fakta-fakta yang ada. Dan media sosial sumber yang merupakan sumber terbesar dari berita palsu dan berita hoax menguatkan kecenderungan itu,” tambahnya.
Menurut Mulyana, topik kekerasan, seks, drama, intrik dan misteri masih menjadi topic terhangat dimana orang Indonesia banyak tertarik.
“Hoax dan berita palsu juga menjamur di AS selama pemilihan presiden kemarin tetapi tidak meluas seperti di Indonesia. Namun bedanya disini orang-orang tidak bisa menghadapi dengan tenang akan arus informasi yang berasal dari media sosial yang jumlahnya amat besar. Orang-orang dengan senang hati berbagi berita lewat media sosial meskipun mereka belum mengetahui berita tersebut benar atau hoax,” ujar Mulyana.
Sementara itu Isentia mengungkapkan berita hoax atau palsu yang paling banyak dibicarakan orang-orang di media sosial diantaranya masuknya pekerja illegal asal Tiongkok, meninggalnya B,J, Habibie, dan jembatan Cisomang yang terus mengalami pergeseran. Namun berita masuknya 10 juta pekerja gelap asal Tiongkok menjadi yang paling banyak dibahas.
Dilaporkan Isentia, sebanyak 118 artikel mengenai masuknya pekerja illegal asal Tiongkok diterbitkan dan lebih dari 54 persen dari artikel tersebut dipublikasikan melalui media online.
(as)