Photo: detikcom
Wartanusa.id – Tepat satu tahun yang lalu, empat orang bersenjata melakukan aksi teror dan bom bunuh diri di jantung ibukota Jakarta, tepatnya di Jalan Thamrin. Aksi tersebut diklaim sebagai aksi teror ISIS yang pertamakalinya dilakukan secara terang-terangan di Indonesia. Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia, oleh sebab itu kemungkinan adanya oknum-oknum yang ingin menjadikan Indonesia bagian dari ISIS memang benar adanya.
Tak lama setelah bom pertama meledak selama serangan teror tersebut berlangsung di jantung kota Jakarta setahun lalu, seorang saksi bernama Eka Pratiwi berpikir bahwa dirinya akan mati, maka dari itu ia menelpon suaminya untuk mengucapkan kata-kata terakhirnya.
Perempuan berusia 33 tahun itu dan beberapa dari koleganya terjebak di dalam mall Sarinah ketika para teroris bersenjata itu sedang melaksanakan aksinya tepat di luar perempatan jalan di Jalan Thamrin.
“Semua orang panik, beberapa ada hang menangis dan lainnya berteriak,” Ada Bom, ada Bom”, mungkin hanya saya yang berpikir paling buruk bahwa ini bisa saja jadi akhir hidup saya,” ujar Eka.
Banyak yang tinggal dan bekerja di pusat kota Jakarta masih jelas mengingat kekacauan yang terjadi yang ditimbulkan oleh keempat orang teroris bersenjatakan pistol dan bom rakitan yang baru kali itu menyerang pusat ibukota, setahun lalu.
Pelaku berhasil dilumpuhkan petugas. Tak lama setelah kejadian tersebut ISIS mengklaim bahwa serangan tersebut di bawah tanggung jawabnya.
Satu tahun sudah berlalu, pengamanan ekstra ketat pun ditingkatkan di area sekitaran Jalan Thamrin, termasuk sweeping dan pemeriksaan di setiap kendaraan yang lewat mengingat ancaman teror tidak akan pernah habisnya di Indonesia.
Pengunjung harus menyerahkan tas mereka untuk pemeriksaan dan melalui pemeriksaan detektor logam sebelum masuk ke dalam bangunan atau gedung di kawasan tersebut, sementara petugas keamanan tidak lagi berjalan-jalan, tetapi harus berjaga-jaga di pos-pos yang ditunjuk sehingga mereka dapat mengawasi potensi ancaman teror yang bisa terjadi kapan saja.
“Siapa saja bisa menjadi teroris hari ini, baik itu muda atau tua, bahkan wanita. Kami tidak membeda-bedakan, kami bahkan selalu memeriksa karyawan yang bahkan setiap hari kami lihat,” ujar Mulyadi salah satu petugas keamanan di Menara Cakrawala yang mana tempat kafe Starbucks yang diledakkan oleh teroris.
Pria berusia 46 tahun itu pun mengatakan bahwa sejak hari itu ia lebih waspada setiap kali mendengar ledakan, setelah sebelumnya ia hanya mengira mendengar suara ban yang meletus saat kejadian ledakan bom terjadi.
“Sekarang saya menyadari betapa pentingnya pekerjaan saya. Sekarang saya lebih waspada kepada siapa saja yang menolak untuk membiarkan saya memeriksa tas mereka, “katanya.
Hal ini bukan hanya pengamanan di gedung-gedung saja yang ditingkatkan. Berkat serangan teroris di beberapa tempat di Indonesia membuat kepolisian dan petugas keamanan meningkatkan kewaspadaannya di manapun berada.
V. Arianti, pengamat radikalisme dan terorisme di Asia Tenggara dari asosiasi International Centre for Political Violence and Terrorism Research mengatakan bahwa aparat keamanan Indonesia telah berhasil dalam penanganan beberapa operasi kontra-terorisme untuk menangkap dan membunuh teroris, dan menggagalkan sejumlah rencana teror.
Hal Itu mengindikasikan masyarakat Indonesia bisa melanjutkan hidup mereka dengan tenang, meskipun keyakinan bahwa teror bisa terjadi kapan saja dan dimana saja bisa terjadi saat ini cukup tinggi. Kenangan kekacauan pada 14 Januari 2016 lalu masih tergambar dengan jelas bagi banyak orang.
Salah satunya Novianti Mariana, seorang penjual waffle di Sarinah mall, mengingat bahwa salah satu teroris berlaku mencurigakan dengan berada selama setengah jam di basement mall dan bahkan sempat mampir ke tokonya sebelum serangan.
“Dia melihat sekeliling tapi ketika saya bertanya apakah ia ingin membeli beberapa wafel, ia hanya mengangkat bahu dan berjalan pergi,” uajr Novi. “Perilakunya aneh, jadi saya melapor ke petugas keamanan.”
Segera setelah itu, ledakan terdengar dan orang-orang lari tunggang langgang dari dalam mal, dan berteriak “Teroris! Lari!”, Novi juga menambahkan bahwa ia bergegas keluar dan terkejut melihat seorang pria bersenjata menembak ke kerumunan.
“Jantung saya terasa berdebar begitu keras sehingga tidak bisa bernapas, saya begitu takut teroris akan muncul dan menunjukkan pistol di wajah saya tapi saya harus mematikan gas dan lampu dan menutup kasir terlebih dahulu,” papar Novi.
Sebagai buntut dari serangan itu, netizen Indonesia menulis di beragam media sosial menggunakan hashtag “KamiTidakTakut”, yang mengartikan bahwa masayarakat Indonesia tidak takut dibayangi oleh teroris. Banyak juga yang berkumpul di Jalan Thamrin pasca serangan tersebut untuk menyuarakan perdamaian dan menyerukan diakhirinya teror.
Kemarin, tepat setahun Bom Thamrin, para korban dan relawan menggelar doa dan tabur bunga. Berbagai harapan kepada pemerintah dan kepolisian mereka ungkapkan agar peristiwa serupa tidak terulang kembali.
(as)