Wartanusa.id – Aceh Timur | Puluhan nelayan di Aceh Timur datangi kantor Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) setempat meminta diperbolehkannya beroperasi Kapal Trawl (pukat harimau) untuk menangkap ikan di perairan. Rabu (15/09/2021).
Kedatangan mereka juga untuk menyampaikan aspirasi berkaitan dengan kejelasan hukum atas ditangkapnya Kapal Pukat Harimau (Katrol) pada 4 September 2021 lalu oleh petugas Pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan (PSDKP) dan selanjutnya di bawa ke provinsi Aceh.
Mewakili nelayan boat trawl Aceh Timur Asnawi alias Biro yang juga Anggota DPRK setempat mengatakan, keberadaan nelayan boat trawl ini harus segara diperjelas.
Biro meminta kepada DPRK Aceh Timur membantu nelayan terkait legalitas pukat harimau ini.
Menurutnya, menangkap ikan menjadi tempat bergantungnya hidup sebagian nelayan mencari rezeki.
Sementara penggunaan pukat harimau kerap menimbulkan konflik di tengah nelayan, rusaknya berbagai ekosistem laut seperti terumbu karang yang menjadi rumah hewan laut juga pmenyebabkan menurunnya hasil tangkapan para nelayan itu sendiri.
“Oleh karenanya pihak-pihak yang berwenang diimbau untuk bijak dan tidak tergesa-gesa menangani masalah ini.”
“Kami khawatir, jika trawl ini nantinya tidak dibolehkan untuk beroperasi, maka akan banyak nelayan di Aceh Timur yang menganggur,” sebutnya.
Belum lagi, sambung Biro, dampak yang akan terjadi, seperti kemiskinan, anak tidak bisa sekolah dan kejahatan juga mungkin terjadi.
Sehingga, yang dibutuhkan sebenarnya hanya tiga item, yakni Wilayah Pengelolaan Ikan (WPP) agar lebih dari satu, keamanan dan kemudahan.
Pihaknya meminta kepada pemerintah agar ada revisi maupun mencabut peraturan KKP RI KepMen KKP RI Nomor Kep. 06/ Men/ 2010 terkait alat penangkapan ikan.
“Selain itu, juga merevisi Permen Nomor 02 – KP tanggal 08 Januari Tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkap Ikan Pukat Hella (Troll) dan Pukat Tarik (Seine Nets).
Dengan adanya menteri yang baru ini, semoga ada kebijakan yang berpihak kepada nelayan. Karena kami ini butuh legalitas yang jelas, agar bisa tenang ketika berangkat melaut. Kalau pukat trawl tidak dilegalkan, lalu bagaimana nasib kami para nelayan ini,” keluhnya berkeluh kesah.
Sementara kepala PSDKP Aceh Timur Askari saat di konfirmasi media ini mengatakan tidak ada kewenangan saya untuk memberi keterangan Karena yang menyelidiki perihal tersebut sudah ditangani pihak PSDKP Aceh Lampulo dan setau saya saat ini dalam proses.
Dia melanjutkan saat ini kami bersama dengan anggota DPRK Aceh Timur dan para nelayan sedang mencari solusi perihal tersebut.
Menanggapi hal itu, Ketua Komisi B DPRK Aceh Timur, Azhari mengaku, pihaknya siap mengawal aspirasi nelayan.
“Sejak dulu, kami selalu membela perjuangan para nelayan. Bahkan tak segan untuk menyampaikan langsung keluhan nelayan boat trawl kepada pemerintah provinsi dan Kementerian terkait.”
“Pada dasarnya kami memang tidak bisa membatalkan ataupun merevisi aturan menteri tersebut. Tetapi kami bisa mengusulkan terkait keresahan nelayan boat trawl ini,” katanya.
Dia juga mendukung agar keberadaan trawl ini dilegalkan. Mengingat, mereka juga membutuhkan pekerjaan agar tetap bisa mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Kalau misalnya disarankan untuk ganti alat tangkap, tentunya juga membutuhkan modal tidak sedikit.
“Ini memang butuh penanganan bersama,” pungkas Azhari. (BM)