
Wartanusa.id – Menindaklanjuti protes keras dari umat Islam, Kepolisian wilayah Sulawesi Selatan akhirnya melarang acara Pekan Olahraga dan Seni (Porseni) Bugis yang melibatkan waria dan bissu yang dijadwalkan berlangsung di Kabupaten Soppeng dari tanggal 19 sampai 22 Januari. Bissu adalah kelompok gender khusus yang menduduki posisi terhormat dalam komunitas masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan
Sekitar 600 waria dan bissu telah berkumpul di halaman Gasis Soppeng lengkap dengan make up dan kostum pada Kamis siang (19/1), tetapi Polres Soppeng merazia mereka dan meminta penyelenggara untuk membatalkan acara parade. Hal ini lantaran aduan yang diajukan oleh Forum Kongregasi Islam yang menilai bahwa acara tersebut tidak sejalan dengan ajaran dan nilai-nilai agama Islam.
Askar Mampo alias Ria Akkari, salah satu panitia parade mengatakan bahwa polisi menahan 600 waria di sebuah hall berukuran 120 meter persegi.
“Kami tidak diperbolehkan untuk mengikuti karnaval. Mereka (polisi) mengatakan kami tidak mendapatkan izin,” ujarnya.
Dia mengatakan pemberitahuan untuk acara karnaval telah disampaikan ke kepolisian setempat pada tanggal 4 Januari. Panitia sudah meminta izin dari Bupati Soppeng dan DPRD Soppeng dan keduanya sudah menyetujuinya, ujar Askar.
Namun, dua hari sebelum acara tersebut digelar, panitia tiba-tiba dipanggil oleh polisi di Makassar, untuk meminta beberapa dokumen tambahan termasuk rekomendasi dari Kementerian Agama. Askar mengatakan mereka tidak bisa melengkapi dokumen dalam waktu yang mepet.
Ratusan warga Soppeng juga telah disiapkan untuk menonton acara di jalan-jalan sebelum akhirnya acara tersebut dibatalkan. Kapolres Soppeng AKBP Dodied Prasetyo Aji menegaskan panitia tidak memiliki izin yang lengkap.
Muhammad Ridwan dari LBH Makassar mengecam pembatalan tersebut. Padahal, katanya, acara itu diisi ragam kegiatan positif, seperti lomba busana adat, lomba tarian daerah, dan lomba adzan.
Keputusan polisi yang menolak memberikan izin dan membubarkan paksa acara Porseni Waria-Bissu di Kabupaten Soppeng menuai kecaman berbagai kalangan. Antara lain dari lembaga Federasi Arus Pelangi, yang fokus pada perlindungan hak kaum LGBT.
“Tragedi ini menambah panjang daftar tindak inkonstitusional dan pelanggaran atas mandat perlindungan warga Negara oleh kepolisian. Kejadian hari ini juga semakin mempertegas relasi saling melindungi antara kepolisian dan kelompok-kelompok massa intoleran,” sebut Federasi Arus Pelangi.
(as)