Wartanusa.id – Mesut Ozil baru saja membongkar banyak sisi dirinya dalam buku “Die Magie des Spiels”. Di buku autobiografi tersebut, pemain gelandang Arsenal ini mengisahkan mengenai perngalaman bermainnya di beberapa klub. Salah satunya di Real Madrid bersama Jose Mourinho. Dan salah satu yang diungkap, mengenai umpatan Jose Mourinho kepadanya.
“Jika ia mengatakan satu kata lagi, saya akan meledak. Hanya satu kata lagi. Apa yang diinginkan orang ini dari saya? Mengapa ia merendahkan saya? Itu tidak normal. Itu gila. Siapa yang tahu maksudnya. Ini benar-benar tidak adil. Saya duduk di ruang ganti Real di paruh waktu. Ini adalah klub saya dan Jose Mourinho, pelatih kami, berteriak-teriak. Hampir semuanya tentang saya. Hampir seluruh waktu istirahatkan digunakan untuk saya. Saya berusaha untuk tidak terlalu mendengarkan, untuk memblokir kritik, karena saya merasa bahwa saya mulai marah.,” ungkap Ozil dalam biografinya.
“Anda pikir, dua umpan bagus sudah cukup, teriak Mourinho. Anda merasa terlalu berkelas untuk terlibat dalam duel. Anda pikir Anda sebagus itu sampai Anda bisa melakukannya dengan 50 persen kemampuan. Lalu ia berhenti. Ia menatap saya dengan mata coklat tuanya. Saya menatap balik. Seperti dua petinju sebelum ronde pertama. Ia menginginkan reaksi saya. Ia ingin melihat seberapa bencinya saya, namun sebenarnya saya menyukainya.”
Kata-kata berikutnya dari Jose Mourinho rupanya memberi tamparan keras pada Mesut Ozil. Yang akhirnya memutuskan untuk mengubah masa depannya seluruhnya.
“Mourinho tiba-tiba bicara perlahan. Ia tidak koleris dan berisik lagi, tetapi terkendali, yang membuat saya makin gila. Mengapa ia tidak bisa menjaga dirinya ketika saya nyaris lepas kendali? Saya benar-benar gila. Saya ingin melempar sepatu ke kepalanya. Saya ingin ia berhenti. Saya ingin dirinya meninggalkan saya sendiri. [Lalu Mourinho berkata dengan sedikit keras agar semuanya bisa mendengar] ‘Anda tahu Mesut? Pergilah menangis! Menangislah! Anda seperti bayi. Mandilah. Kami tak butuh Anda.’ Lalu saya perlahan bangkit, mengambil handuk saya, dan melewatinya tanpa berbicara, tanpa memandang matanya.”