Menu

Mode Gelap
Seorang Kakek di Langsa Lecehkan Sembilan Bocah Pekan Ini, Pagelaran Budaya Aceh Terpusat di Kota Langsa Proyek Jalan Alue Gadeng-Alue Punti di Kecamatan Birem Bayeun Mangkrak PPA Langsa Sosialisasi Penanganan KDRT Terdampar di Aceh, 230 Etnis Rohingya Butuh Tempat Penampungan

Featured · 17 Des 2019 00:25 WIB ·

Antara Pena dan Peluru, I’m Not Your Enemy, I’m Just Journalist


 Antara Pena dan Peluru, I’m Not Your Enemy, I’m Just Journalist Perbesar

Antara Pena dan Peluru, I’m Not Your Enemy, I’m Just Journalist

“Antara Pena dan Peluru”, By. Agus Wahyudin, SE

“Antara Peluru dan Pena, Satu Peluru Hanya Bisa Menembus Satu Kepala, Namun Satu Telunjuk (baca : menulis) Bisa Menembus Jutaan Kepala” (Inspiration : Agus Wahyudin, SE)

I’m Not Your Enemy, I’m Just Journalist “Antara Pena dan Peluru”

Penulis : Eka Himawan

“Dengan membaca kita akan mengenal dunia sementara dengan menulis kita akan dikenal dunia”

WARTANUSA.ID, Budaya literasi khususnya tulis menulis sudah mulai menghilang pada masyarakat kita hari ini khususnya generasi muda.

Jika kita telusuri sejarah masa lalu bangsa ini memiliki budaya literasi atau tulis menulis yang sangat tinggi, bahkan salah satu senjata untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini salah satunya adalah menulis.

Tokoh – tokoh perjuangan Indonesia dahulu hampir semua dari mereka menulis apakah itu tokoh nasionalis seperti Soekarno, Moh. Hatta, Moh. Yamin maupun dari kalangan ulama seperti Moh. Natsir, Buya Hamka serta banyak lagi tokoh – tokoh lainnya.

Mereka menulis, menuliskan kegelisahannya terhadap kondisi negeri disaat itu, menorehkan gagasan dan cita – citanya terhadap masa depan bangsa, menuliskan suara – suara perlawanan yang tertawan.

Tak dipungkiri menulis adalah senjata perlawanan yang sangat efektif bahkan sangat ditakuti oleh penjajah.

Tak sedikit para tokoh dan ulama yang dipenjara gegara tulisannya yang membuat merah kuping musuh.

Kata ulama Mesir Sayyid Quthb: “Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, namun satu telunjuk (baca : menulis) bisa menembus jutaan kepala” .

Benar memang hanya dengan satu tulisan kita bisa menyampaikan inspirasi dan gagasan kita kepada banyak orang, ratusan, ribuan, bahkan jutaan.

Kalau kita lihat ulama – ulama zaman dulu semisal Imam Syafii, Imam Al-Ghazali, Ibnu Katsir, Ibnu Attaimiyyah serta ulama – ulama besar lainnya menyampaikan dakwahnya lewat kitab -ckitab yang disusun tebal dan sampai saat ini masih bisa kita jumpai dan serap ilmunya.

Tekun menjadi prioritas dalam diri seorang jurnalis di bidang jurnalistik adalah kunci keberhasilan dalam meraih pembaca dan harapannya seorang Kuli Tinta.

“Tidak ada seorangpun yang bisa kembali ke masa lalu dan memulai awal yang baru lagi. Tapi semua orang bisa memulai hari ini dan membuat akhir yang baru dengan sebuah karya dan bukan retorika”.

Aku menulis kebenaran
Suara minor tak lepas ku dengar
Jalan berdebu tempatku melangkah
Gelap, senyap dan tak terlihat

Jari menari merangkai makna
Merangkai hitam menjadi makna
Aku bersua dengan dunia

Aku menulis kebenaran
Makna dan pesan jadi tujuan
Goresan tinta jadi keabadian

Aku menulis kebenaran
Tak suka, redam jika bisa
Ancaman jika mampu
Jikalau tumbang, barisan tetap tumbuh

Perlu di fahami setitik tinta yang keluar dari pena, ada pengaruh di dalamnya, ia bisa tergores di mana saja, entah membentuk huruf, angka, simbol, atau semantik atau sekedar coret tak berarti.

Dimana pun ia berada, ia akan selalu menuliskan sesuatu, dimana pun dirimu selalu memberi pengaruh di sekitarnya.

Ia ramping tak berdaya, namun ia bisa menusuk tanpa perlu menusuk. Fisik bukan kendala untuk menjadi kuat di sisi lain.

Kau bisa melawan kelaliman sekalipun kepalanmu tak cukup kuat menjatuhkan lawan.

Ia bisa membahagiakan sekalipun si empunya tak bersua. Kau bisa menjadi orang yang mampu membahagiakan orang lain.

Ia tak terhapus, ia hanya bisa ditutupi, atau mungkin ditutupi oleh coretan koreksi.

Kesalahanmu yang pernah kau lakukan tak bisa dihapus dengan mudah, setidaknya Tuhan telah mengenangmu sebagai pelaku kesalahan.

Namun, Ia selalu memberi kesempatan untuk mengoreksi setiap kesalahan, setidaknya tidak mengulang.

Paling baik bisa lebih baik, tak ada yang tahu, tak ada yang mau tahu seberapa banyak tinta yang dimiliki pena, yang ia gunakan untuk menulis hingga ia habis.

Entah habis untuk menulis coretan, serapah, kecaman, atau inspirasi. Segala coretan itu kelak menjadi arsip sejarah yang berharga, atau mungkin hanya coretan kusut tanpa makna.

Tak ada yang tahu (sekalipun dapat diketahui), tak ada yang mau tahu seberapa lama umur yang Tuhan berikan untukmu, entah kau gunakan untuk hal baik atau buruk, entah tindak tandukmu kelak dikenang umat, atau mengenangmu sebagai pecundang.

Tak peduli bagaimanapun kamu menggenggam pena, tak peduli dipegang oleh kanan atau kiri, pena tak berubah warnanya.

Tak peduli perubahan yang terjadi, kau tetap bertahan pada prinsip dan jati diri yang kau punya.

Siapa saja bisa menulis dan siapa saja semestinya menulis termasuk anda, karena dengan menulis sangat banyak manfaat yang kita dapatkan, salah satu manfaat utama dari menulis adalah menginspirasi orang lain, coba bayangkan jika satu tulisan kita menginspirasi orang lain untuk berbuat kebaikan tentu akan menjadi “Passive Pahala” untuk kita atau sering juga disebut sebagai Amal Jariyah.

Artikel ini telah dibaca 269 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

Menjemput Profesional di “Bumi Sepakat Segenep”

3 Desember 2020 - 13:12 WIB

Wagub Jabar : CPNS Jabar Harus Punya Visi Juara Lahir dan Batin

12 Desember 2019 - 21:28 WIB

Riksa Budaya, Pelestarian Tiga Kekuatan Budaya di Jawa Barat “Betawian, Sunda Priangan, dan Cirebonan”

12 Desember 2019 - 21:25 WIB

Membludak, Event Kali Jodoh Festival Kreatif Jakarta 2017

26 November 2017 - 20:20 WIB

Trending di Featured