Wartanusa.id – Aceh Tamiang | Mantan Bupati Aceh Tamiang, Mursil ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Aceh sebagai tersangka kasus korupsi penguasaan lahan.
Kasus tersebut dilakukan Mursil pada 2009 lalu, saat Ia menjabat sebagai Kepala Badan Pertanahan (BPN) Aceh Tamiang.
Objek kasus berupa penerbitan beberapa sertifikat hak milik atas tanah Negara eks Hak Guna Usaha (HGU) pada dua perusahaan masing-masing di PT Desa Jaya Alur Jambu dan PT. Desa Jaya Perkebunan Alur Meranti.
Kasi Penkum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, melalui keterangan tertulisnya, Rabu (12/4/2023) kepada wartawan menyebutkan, Mursil diduga terlibat dalam menerbitkan sertifikat hak milik di atas tanah negara dan di jual kembali kepada negara dengan memanipulasi dokumen persyaratan permohonan sertifikat hak milik.
Kasus ini, sambung Ali Rasab, terjadi pada tahun 2009, saat itu Direktur PT. Desa Jaya, TR, mengajukan permohonan sertifikat hak milik di atas tanah negara yang berdekatan dengan lahan eks HGU PT Desa Jaya Alur Meranti.
Dengan tujuan untuk mendapatkan pembayaran dari pengadaan tanah untuk kepentingan umum pembangunan Makodim Aceh Tamiang.
Dikarenakan asal muasal tanah tersebut merupakan tanah negara, TR dengan dibantu oleh Mursil yang saat itu Kepala Pertanahan Aceh Tamiang, membuat permohonan kepemilikan hak tanah dengan tujuan untuk bertani dan berkebun.
Setelah terbit sertifikat pada tanggal 5 Juni 2009, selang beberapa hari Pemerintah Kabupaten Aceh Tamiang melakukan ganti rugi kepada TR atas tanah tersebut seharga Rp 6,4 miliar.
Pelaksanaan kegiatan usaha perkebunan dalam kurun tahun 1988 hingga sekarang, PT. Desa Jaya Alur Meranti dan PT. Desa Jaya Alur Jambu dalam beberapa tahun tidak memiliki atas hak dan atau perizinan dalam melaksanakan usaha perkebunan.
Selain Mursil, Jaksa juga telah menetapkan dua orang lainya sebagai tersangka korupsi lahan yakni inisial TY dan TR masing-masing Direktur PT. Desa Jaya Alur Jambu dan Direktur PT. Desa Jaya Alur Meranti, dimana TR selaku penerima ganti rugi pengadaan tanah.
“Atas perbuatanya, diduga pelaku melanggar Pasal 2 Jo Pasal 3 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” pungkas Kasi Penkum Kejati Provinsi Aceh Ali Rasab Lubis.