Menu

Mode Gelap
Seorang Kakek di Langsa Lecehkan Sembilan Bocah Pekan Ini, Pagelaran Budaya Aceh Terpusat di Kota Langsa Proyek Jalan Alue Gadeng-Alue Punti di Kecamatan Birem Bayeun Mangkrak PPA Langsa Sosialisasi Penanganan KDRT Terdampar di Aceh, 230 Etnis Rohingya Butuh Tempat Penampungan

Aceh · 5 Nov 2021 18:36 WIB ·

Aktivis Lingkungan Sebut Dana Hibah Konservasi di Aceh Dikuasai LSM Luar


 Aktivis Lingkungan Sebut Dana Hibah Konservasi di Aceh Dikuasai LSM Luar Perbesar

Wartanusa.id – Langsa | Sejak lama kiprah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) lokal di Aceh kurang mendapatkan akses pendanaan dari luar negeri, sebagian besar dikuasai LSM nasional dan Non-Governmental Organization (NGO) luar yang membuka kantornya di Indonesia.

Kemudian melalui jaringan kerja mereka, segala aktivitas disalurkan melalui LSM yang berada di Sumatera Utara, demikian penjelasan penggiat lingkungan lokal di Aceh dalam sebuah diskusi terbatas di Kota Langsa.

Direktur LSM Bale Juroeng, Iskandar Haka, Jum’at (05/11/2021) melalui pers rilisnya mengatakan telah lama mengamati keadaan ini, bahkan pada peringatan hari Lingkungan Hidup Sedunia 5 Juni 2021 telah saya sampaikan kepada media bahwa dana hibah untuk konservasi Aceh banyak dirampok oleh lembaga nasional dan internasional.

“Mereka membagikan program kegiatan kepada banyak mitra kerja mereka di luar Provinsi Aceh,” kata Iskandar.

Sehubungan dengan pernyataan Direktur WALHI Aceh bahwa efektivitas program Tropical Forest Conservation Action for Sumatera (TFCA-Sumatera) sangat lemah dan tidak memberikan hasil yang signifikan. Iskandar membenarkan pernyataan tersebut.

Atas hal itu dalam waktu yang lama dan diberbagai kesempatan kami telah menyuarakan bahwa kegiatan-kegiatan konservasi di Leuser tidak mempunyai hubungan dengan ekosistem di provinsi Sumater Utara.

Maksudnya adalah Hutan Leuser itu di catut dan digandengkan luas kawasannya dengan hutan yang berada di Sumatera Utara, tidak pernah ada penelitian yang dipublikasikan secara alamiah bahwa luasan KEL itu meliputi ekosistem di Sumatera Utara, kalaupun ada hanya segelintir saja itu pun sudah menjadi kebun kelapa sawit.

Ditambahkan Reza Arizqi, SHI, MH selaku Direktur Program dari Forum Das Krueng Langsa (KSDL) menerangkan bahwa kawasan inti hutan Leuser dengan segala isinya telah lama harmonis, masyarakat yang tinggal di desa enclave berbatasan dengan hutan Leuser tidak perlu diajarkan tentang pengelolaan hutan secara berkelanjutan.

“Mereka telah terstruktur mengelolanya secara arif dan bijaksana, Pawang uteun, Pawang rimung (harimau), Panglima Gajah dan lembaga adat lainnya sampai ke hilir seperti Panglima Laot, Pawang engkot (ikan), muge, keujren blang dan masih banyak lagi adalah bukti pemangku adat dan kegiatan adat dalam mengelola lingkungan, masih dimiliki masyarakat Aceh,” sebutnya.

Selanjutanya Munazir, SHI, MH dari LSM Gerakan Pemuda Rencong Anti Korupsi (GEPRAK) menyatakan bahwa pengelolaan hutan oleh kelompok masyarakat di Aceh hendaknya bagi Negara-negara donor menyalurkan secara langsung kepada masyarakat Aceh karena kami yang lebih tahu dari mereka (LSM di luar Aceh) tentang hutan dan lingkungan Aceh.

Lembaga penerima hibah dari masing-masing negara hendaknya membuka kantor langsung di Aceh, karena kami mengetahui secara pasti kepedulian merela secara global dalam mengatasi Climate Change.

Di samping itu negara-megara pemberi donor langsung atau tidak langsung mempunyai kepentingan yang signifikan di provinsi Aceh yang kaya akan Sumber Daya Alamnya.

Terlepas dari pada itu, hasil bumi menunjukkan bahwa Sumber Daya Alam (SDA) di Aceh hampir semua ada, dari emas sampai batu giok, dari kayu yang berkualitas sampai kayu gaharu yang menghasilkan gupal terbaik, dari kopi Arabica Gayo sampai minyak nilam Aceh Selatan berkualitas terbaik di dunia, kemudian minyak dan gas bumi silih berganti ditemukan cadangan potensial baru yang memberi harapan besar bagi bangsa ini.

M. Adi Naser, SE selaku Pembina LSM Uteun Uranium menyatakan bahwa dari hypotesa dibeberapa lokasi di Aceh memiliki cadangan hasil tambang uranium yang lebih ramah dari sisi radiasi dan ini memberikan gambaran bahwa beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh disekitar lokasi uranium dapat mereduksi sebaran radiasi.

Hal ini memang perlu penelitian lebih lanjut, akan tetapi masyarakat lokal disekitar hypotesa terdapat kandungan uranium secara turun-temurun telah menandai wilayah tersebut sebagai kawasan yang perlu dijaga keberadaannya terutama hutan alamnya.

“Mengenai hal ini juga perlu dilakukan pengkajian Antropologi Lingkungan dimana kami masyarakat Aceh telah lama diwariskan pemahaman-pemahaman untuk selalu menjaga hutan secara lestari,” papar Adi Naser.

Diskusi berlangsung hangat dengan menarik kesimpulan mendukung pernyataan WALHI Aceh, sejumlah satwa kharismatik yang berada di hutan Aceh terus terjadi konflik satwa dengan manusia, perburuan liar oleh oknum masyarakat, degradasi hutan dan banyak lagi kejanggalan dan kesalahan kita dalam mengelola hutan secara bijaksana dan berkelanjutan.

Artikel ini telah dibaca 109 kali

badge-check

Penulis

Baca Lainnya

BI dan Pemerintah Aceh Resmikan Rumah Produksi Cabai

13 November 2025 - 23:34 WIB

Lulusan Terbaik dan Penerima Beasiswa KIP, Rizal Efendi Dapat Bantuan Tunai dari Rektor IAIN Langsa

12 November 2025 - 22:48 WIB

511 Sarjana dan Magister IAIN Langsa Diwisuda

12 November 2025 - 16:38 WIB

Iptu “Birong” Resmi Jabat Kapolsek Manyak Payed

12 November 2025 - 13:43 WIB

AP Batch 3, IAIN Langsa Gandeng PWI dan KNPI Bahas Peran Pemuda sebagai Pelopor Perjuangan Pahlawan

10 November 2025 - 20:38 WIB

Peusijuk Excavator dan 23 Betor, Jeffry Sentana Targetkan Langsa Bebas Sampah

1 November 2025 - 18:00 WIB

Wali Kota Jeffry Sentana didampingi Kadis LH Langsa mengoperasikan Excavator.
Trending di Aceh