Wartanusa.id – Sri Lanka memamerkan sebuah pohon Natal raksasa yang menjulang tinggi pada Sabtu (24/12), pohon Natal tersebut diklaim telah memecahkan rekor dunia untuk pohon Natal buatan tertinggi meskipun pembuatannya mengalami penundaan dan tingginya lebih pendek dari apa yang direncakanan.
Pohon setinggi 73 meter itu berdiri tegak di jantung ibukota Sri Lanka, Colombo. Pihak penyelenggara menyebutkan tinggi pohon ini 18 metel lebih tinggi dari pemegang rekor sebelumnya. Pohon tersebut memiliki kerangka dari baja dan diselimuti kawat dengan jarring plastic yang didekorasi dengan 1 juta lebih buah pinus yang dicat merah, emas, hijau, dan perak, serta 600 rbu lampu LED dan dipuncak ada bintang terang setinggi 6 meter.
Pohon ini menghabisi biaya hampir sekitar 80 ribu US dollar. Gereja Katolik di Sri Lanka mengritik pembuatan pohon tersebut sebagai bentuk pemborosan uang dan lebih menyarankan bahwa dana sebesar itu lebih baik digunakan untuk membantu orang yang kurang mampu.
Mangala Gunasekara, ketua panitia proyek pembuatan pohon Natal tersebut mengklaim bahwa mereka telah memecahkan rekor Guiness sebelumnya dan ia berharap pohon Natal ini akan dinyatakan sebagai Pohon Natal buatan tertinggi di dunia.
Guiness World Records senidiri sudah mengkonfirmasi bahwa pihaknya sudah menerima aplikasi dari penyelenggara akan tetapi saat ini masih tertunda karena kurangnya bukti. Gunasekara mengatakan bahwa bukti-bukti yang mendukung sedang dikumpulkan dan akan dikirim ke Guiness secepatnya.
Saat ini, rekor tersebut masih dipegang oleh sebuah perusahaan CIna yang sempat memamerkan pohon Natal buatan setinggi 55 meter di kota Guangzhou tahun lalu.
Penyelenggara mengatakan mereka ingin pohon tersebut bisa membantu mempromosikan keharmonisan etnis beragama di mana Sri Lanka mayoritas penduduknya memeluk agama Buddha.
“Ini menunjukkan kepada dunia bahwa kita bisa hidup sebagai satu negara, satu bangsa,” kata Arjuna Ranatunga, mantan pemain kriket dan sekarang menteri dari pelabuhan dan pengiriman dalam sebuah wawancara dengan The Associated Press. Sri Lanka memiliki “isu-isu mengenai agama, kasta dan ras,” katanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, reputasi Sri Lanka sebagai negara multikultural telah tercoreng di tengah keluhan oleh minoritas Kristen dan komunitas Muslim yang merasa diskriminasi oleh negara, serta dugaan pelanggaran meluas terhadap minoritas etnis Tamil baik selama dan setelah perang saudara di negara itu terhadap pemberontak Tamil , yang berakhir pada tahun 2009.
Sejak merebut kekuasaan pada bulan Januari 2015, Presiden Maithripala Sirisena dan pemerintahannya memasuki era rekonsiliasi dan transparasi pasca perang saudara berkecamuk, namun belum membuat banyak pada banyak janji-janji mereka, termasuk menentukan nasib ribuan orang yang menghilang selama perang atau menyelidiki dugaan perang pelanggaran oleh militer.
Proyek pembuatan pohon Natal itu sempat tertunda karena mengalami kecapam dari Kardinal Malcolm Ranjith yang menyatakan bahwa hal tersebut sebagai pemborosan biaya. Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe menanggapi kritik dengan mengatakan pohon itu tidak dibangun dengan uang rakyat, tetapi dengan sumbangan dari individu dan perusahaan swasta.
“Target kami adalah untuk pergi hingga 100 meter namun karena keterlambatan konstruksi kami harus berhenti di 73 meter seperti yang kita perlihatkan pada waktu Natal,” kata Gunasekara. Pohon itu akan tetap dipamerkan sampai tanggal 6 Januari
(as)