Wartanusa.id | Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam seorang rasul yang diutus Allah sebagai seorang dai, yaitu orang yang menyeru dan mengajak umat manusia agar menuju kebenaran dan meninggalkan kebatilan.
Ajakan atau seruan itu disebut “dakwah”, suatu istilah yang dikenal luas dikalangan masyarakat.
Disebut dalam Al-Qur’an :
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا، وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُّنِيرًا
Artinya “Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi. (QS. al-Ahzab, 33: 45-46).
Sebagai seorang Rasul dan dai, Nabi besar Muhammad dibekali oleh Allah dengan petunjuk-petunjuk kebenaran yang mengantarkan umat manusia memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.
Petunjuk kebenaran itu adalah Al-Qur’an dan Sunnah yang kita jadikan sebagai pedoman dalam segala kehidupan. Selain dibekali dengan wahyu Ilahi berupa Al-Qur’an, Nabi dibekali juga dengan berbagai pengalaman kehidupan dan berbagai mukjizat atau keistemewaan.
Sebagian dari mukjizat-mukjizat beliau adalah peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang senantiasa kita peringati.
Isra’ pengertiannya menurut etimologi adalah perjalanan malam, sedangkan Mi’raj adalah naik ke atas dengan tangga. Yang dimaksud dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad adalah diperjalankannya Nabi Muhammad oleh Allah di malam hari dari Masjidil Haram (Makkah) ke Masjidil Aqsa (Yerussalem).
Sedangkan Mi’raj adalah dinaikkannya Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsa menuju Sidratul Muntaha (suatu tempat ghaib yang tidak mungkin ditangkap oleh pancaindra).
Peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini, merupakan peristiwa yang luar biasa, yang hanya dapat dipercaya oleh mereka yang beriman, karena peristiwa itu berada di luar jangkauan kemampuan akal manusia.
Karena itu dalam Al-Qur’an ayat yang menjelaskan Isra’ dan Mi’raj dimulai dengan lafadz “subhâna”, yang artinya Maha Suci Allah.
Kalimat itu biasa digunakan dalam bahasa Al-Qur’an untuk menyebutkan hal-hal yang luar biasa dan sangat menakjubkan (Istimewa).
Dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj ini Nabi Muhammad dilepaskan dari hukum alam dengan kehendak Allah. Untuk mempelajari dengan jelas, marilah kita memperhatikan salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan peristiwa ini, yaitu :
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya :“Maha Suci Allah, yang Telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. al-Isra’, 17:1).
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa di antara tujuan dari Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad adalah Allah memperlihatkan kepadanya (Nabi Muhammad ) tanda-tanda kebesaran dan keagungan-Nya. Karena itu dalam peristiwa tersebut Nabi Muhammad melihat berbagai macam tanda-tanda keagungan Allah dalam alam semesta ini, termasuk segala rahasia-rahasia angkasa luar dan rahasia-rahasia alam ghaib.
Adapun peristiwa Isra’ ketika Allah memperjalankan Nabi Muhammad ke Masjidil Aqsa di Yerusalem, Palestina, dari Masjidil Haram di Makkah, Arab Saudi.
Sementara Mi’raj adalah dinaikkannya Nabi Muhammad dari Masjidil Aqsa, melintasi langit-langit, ke Sidrah al-Muntaha sebuah tempat yang tidak dapat dijangkau nalar dan pengetahuan manusia, jin, dan bahkan malaikat sekali pun.
Isra Mi’raj menjadi salah satu peristiwa paling agung dalam sejarah Islam. Karena dalam peristiwa itu, Nabi Muhammad mendapatkan wahyu tentang pensyariatan shalat lima waktu, memperoleh keistimewaan dari Allah untuk melakukan perjalanan mulia bersama Malaikat Jibril, bertemu dengan nabi-nabi terdahulu, melihat surga dan negara, dan juga ‘berjumpa’ dengan Allah.
Untuk lebih jelasnya, berikut hal-hal menarik di balik Isra Mi’raj : Waktu Isra Mi’raj. Ada perbedaan pendapat di antara para ulama atau ahli sejarah terkait dengan tanggal dan tahun kejadian Isra Mi’raj.
Menurut at-Thabari, Isra Mi’raj terjadi pada tahun ketika Allah memuliakan Nabi Muhammad dengan risalah kenabian. Ada juga yang berpendapat bahwa Isra Mi’raj berlangsung pada tahun kelima kenabian (an-Nawawi dan al-Qurthubi), malam tanggal 27 Rajab tahun ke-10 kenabian (al-Allamah al-Manshurfuri), enam bulan sebelum hijrah atau bulan Muharram tahun ke-13 kenabian, dan setahun sebelum hijrah atau bulan Rabi’ul Awwal tahun ke-13 kenabian.
Sementara menurut riwayat Ibnu Sa’ad, peristiwa agung tersebut terjadi 18 bulan sebelum hijrah. Syekh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri dalam Sirah Nabawiyah (2012) menyebut, tiga pendapat pertama—at-Thabari, an-Nawawi dan al-Qurthubi, serta al-Manshurfuri- tertolak karena Sayyidah Khadijah meninggal pada tahun ke-10 kenabian. Alasannya, hingga Sayyidah Khadijah meninggal belum ada kewajiban shalat lima waktu.
Terlepas dari perbedaan tersebut, pendapat yang paling populer dan kuat adalah Isra Mi’raj terjadi pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian. Pada tangga ini, setiap tahunnya, umat Islam di seluruh dunia memperingati Isra’ Mi’raj.
Pembedahan dada Nabi Muhammad
Merujuk buku Air Zamzam Mukjizat yang Masih Terjaga (Said Bakdasy, 2015), Malaikat Jibril membelah dada Nabi Muhammad dan ‘membersihkan’ hatinya dengan air zamzam sebanyak empat kali.
Saat Nabi Muhammad berusia empat tahun dan masih tinggal bersama dengan ibu susunya, Sayyidah Halimah as-Sa’diyah, di kampung Bani Sa’d.
Ketika Nabi Muhammad berusia 10 tahun. Dada Nabi Muhammad dibelah lagi saat usianya mendekati usia taklif (mukallaf). Hatinya dibersihkan Jibril dengan air zamzam agar tidak tercampur dengan hal-hal yang dapat membuat seorang pemuda cacat.
Ketika Jibril membawa wahyu pengangkatan nabi atau saat usia Nabi Muhammad 40 tahun. Hikmah di balik pembelahan ketiga ini adalah agar Nabi Muhammad mampu menerima wahyu dengan hati yang kuat, bersih, dan diridhai. Keempat, ketika Isra Mi’raj.
Hal ini sesuai dengan salah satu hadits riwayat Bukhari, Jibril membelah dada Nabi Muhammad dan membersihkan hatinya – agar dipenuhi dengan iman, sesaat sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj.
Buraq Nabi Muhammad SAW
Rasulullah mengendarai buraq ketika dalam perjalanan dari Masjidil Haram Makkah ke Masjidil Aqsa Yerusalem, dan dari Masjidil Aqsa ke Sidrah al-Muntaha.
Kata buraq seakar dengan kata barq, yang berarti kilat. Mungkin saja itu menjadi isyarat bahwa kecepatan buraq seperti kilat atau cahaya.
Diriwayatkan bahwa ukuran tubuh buraq lebih kecil daripada kuda dan lebih besar dari bada bagal. Buraq melangkah sejauh matanya memandang.
Ada tiga pendapat berbeda mengenai bagaimana Nabi Muhammad di-Isra Mi’raj-kan oleh Allah.
– Pertama, Nabi Muhammad menjalani Isra Mi’raj hanya dengan rohnya saja.
Dalam Sejarah Hidup Muhammad (Muhammad Husain Haekal, 2013), mereka yang berpendapat seperti ini berpegang pada keterangan Ummu Hani/Hindun binti Abi Thalib.
Diriwayatkan, pada saat terjadi Isra Mi’raj, Nabi Muhammad tengah berada di rumah Ummu Hani’. Nabi tidur setelah mengerjakan shalat akhir malam. Sebelum shubuh, Nabi membangunkan Ummu Hani’.
Kemudian setelah melaksanakan ibadah pagi, Nabi Muhammad menceritakan bahwa dirinya ke Masjidil Aqsa dan shalat di sana, sesaat setelah shalat akhir malam.
Mereka juga mendasarkan pada perkataan Sayyidah Aisyah dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan terkait dengan Isra Mi’raj Nabi hanya dengan rohnya saja.
– Kedua, Isra Nabi dengan jasad dan ruh, sementara Mi’raj dengan ruh. Landasan mereka berpendapat bahwa Nabi ber-Isra dengan jasad adalah cerita Suraqah dan sebuah kafilah lain.
Jadi, pada saat Isra, Nabi melalui kafilah Suraqah yang untanya tersesat. Lalu Nabi menunjukkannya. Nabi juga meminum dari sebuah bejana milik kafilah lain, dan kemudian menutupnya kembali. Kedua kafilah itu membenarkan cerita tersebut ketika orang-orang menanyainya.
– Ketiga, Nabi Isra Mi’raj dengan jasad. Ini merupakan pendapat yang paling masyhur karena jumhur ulama, baik salaf maupun khalaf, sepakat bahwa Nabi mengalami Isra Mi’raj dalam keadaan terjaga, dengan dengan jasmani dan ruhaninya sekaligus.
Dasarnya, seperti diuraikan Said Ramadhan al-Buthy dalam The Great Episodes of Muhammad SAW (2017), kalau seandainya ini hanya melibatkan aspek ruhani saja (mimpi), maka Kaum Quraisy dan masyarakat Makkah tidak akan menunjukkan keheranan dan ketidakpercayaan yang begitu besar.
Karena, mimpi tidak ada batasnya dan siapapun bisa melakukan atau mengklaim bermimpi seperti itu.
Saat Hati Nabi Dibedah Malaikat Jelang Isra’ Mi’raj Ditambah, mereka tidak akan mengetes Nabi Muhammad untuk menceritakan detail Masjidil Aqsa ciri-ciri, gerbang, dan pilar-pilarnya.
Keesokan harinya, setelah malamnya mengalami Isra Mi’raj, Nabi Muhammad menceritakan ‘pengalamannya’ itu kepada khalayak umum. Mereka tidak percaya dan menantang Nabi untuk menceritakan detail dari Masjidil Aqsa.
Bukhari dan Muslim meriwayatkan, Nabi Muhammad bisa menceritakan Masjdil Aqsa dengan gambaran yang jelas karena Allah memperlihatkannya ketika beliau berdiri di Hijr Ismail.
Antara khamr, susu, dan madu
Setelah shalat dua rakaat di Masjidil Aqsa, Nabi Muhammad diberi tiga gelas berisikan khamr (minuman keras), susu, dan madu.
Pada saat itu Jibril memintanya memilih untuk dimiliki satu di antaranya. Maka Nabi Muhammad memilih gelas yang berisikan susu. Maka kata jibril wahai Muhammad “Engkau memilih fitrah,” kata Jibril.
Menurut Al-Buthy, itu menjadi pertanda bahwa Islam adalah agama fitrah.
Maksudnya, akidah dan semua hukum Islam sesuai dengan fitrah manusia. Tidak ada satu pun dari Islam yang bertentangan dengan tabiat asli manusia.
Bertemu dengan Nabi-nabi terdahulu
Nabi Muhammad naik ke lapisan-lapisan langit ditemani Malaikat Jibril. Di langit pertama, Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Adam. Di langit kedua, beliau bertemu dengan Nabi Yahya bin Zakariya dan Nabi Isa bin Maryam.
Kemudian bertemu Nabi Yusuf di langit ketiga. Di langit keempat, beliau berjumpa dengan Nabi Idris. Nabi Harun bin Imran di langit kelima. Beliau bertemu dengan Nabi Musa bin Imran di langit keenam.
Lalu, di langit ketujuh Nabi Muhammad bersua dengan Nabi Ibrahim. Nabi-nabi tersebut menyambut Nabi Muhammad dengan salam dan menetapkan nubuwah terhadapnya.
Dalam kitab Sirah Nabawiyah Syekh Syafiyyurrahman al-Mubarak furi, 2012), Nabi Musa menangis ketika Nabi Muhammad hendak meninggalkannya.
Beliau kemudian bertanya perihal apa yang membuat Kalim Allah itu menangis. “Aku menangis karena ada seorang pemuda yang diutus sesudahku, yang masuk surga bersama umatnya dan lebih banyak daripada umatku yang masuk ke sana,” jawab Nabi Musa.
Melihat siksa neraka
Nabi Muhammad diperlihatkan oleh Allah tentang berbagai macam siksa yang diterima seseorang karena melakukan perbuatan yang dilarang.
Hal ini dilihat Nabi Muhammad sesudah berjumpa dengan Nabi Adam di langit pertama, sebagaimana cerita Ibnu Hisyam, dikutip dari Sejarah Hidup Muhammad (Muhammad Husain Haekal, 2013).
Nabi Muhammad melihat orang-orang yang bibirnya seperti moncong unta, tangannya menggenggam segumpal api, lalu dimasukkan ke dalam mulut hingga keluar dari duburnya.
Kata Malaikat Jibril, orang-orang itu adalah pemakan harta anak yatim secara tidak sah.
Kemudian Nabi melihat melihat orang-orang dengan perut besar sehingga membuat mereka tidak bisa beranjak- sebagai akibat dari melakukan riba.
Beliau lalu menyaksikan siksaan pezina, yaitu mereka memilih memakan daging busuk padahal di hadapannya juga ada daging yang baik.
Lalu, Nabi melihat perempuan yang bergelayut pada payudaranya karena mereka suka memasukkkan laki-laki lain yang bukan dari keluarganya. Nabi Muhammad juga bertemu dengan penjaga neraka, yaitu Malaikat Malik.
Disebutkan Jibril bahwa Malik tidak bisa senyum. Karenanya, ketika bertemu dengan Nabi, dia tidak tersenyum sama sekali. “Seandainya dia bisa tertawa, nisacaya dia akan tertawa kepadamu,” kata Jibril.
Melihat surga
Jibril juga mengajak Nabi Muhammad untuk melihat-lihat surga. Di situ, Nabi Muhammad melihat seorang perempuan dengan bibir yang begitu merah merekah.
Setelah ditanya, perempuan itu mengatakan bahwa dirinya adalah ‘miliknya’ Zaid bin Haritsah. Nabi juga diajak ke Baitul Ma’mur yakni Ka’bahnya penduduk langit, di langit ketujuh.
Di sini, sebanyak 70 ribu penduduk langit beribadah setiap saatnya. Setelah selesai mereka pergi dan tidak lagi ke situ.
Di samping itu, Nabi juga melihat Arsy (Singgasana Tuhan) dan Sidrah al-Muntaha yang sangat indah dan tidak terlukiskan dengan kata-kata.
Bertemu dengan Allah
Ulama berbeda pendapat mengenai bagaimana Nabi Muhammad ‘bertemu’ dengan Allah. Apakah dengan mata telanjang atau dengan mata hati atau sanubari?
Merujuk Sirah Nabawiyah (Syekh Syafiyyurrahman al-Mubarakfuri, 2012), Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah, mengutip perkataan Ibnu Taimiyah, mengatakan bahwa Nabi Muhammad melihat Allah seperti melihat manusia. Artinya, dengan mata telanjang.
Pendapat lain yang dinukilkan dari perkataan Ibnu Abbas, menyebutkan bahwa Nabi melihat Allah dengan multak dan dengan sanubarinya.
Shalat lima waktu
Allah mensyariatkan shalat lima waktu dalam peristiwa Isra Mi’raj sebelumnya umat Islam shalat dua kali, yaitu saat pagi dan petang.
Tidak seperti syariat-syariat yang lainnya, Allah langsung mengundang Nabi Muhammad untuk menemuinya dan menerima kewajiban shalat lima kali dalam sehari semalam.
Ada kisah menarik di balik syariat shalat lima waktu ini. Semula Allah mewajibkan kepada Nabi Muhammad dan umatnya shalat 50 kali dalam.
Beliau menerima itu. Lalu turun dan bertemu dengan Nabi Musa. Nabi Musa penasaran perihal perintah apa yang didapat Nabi Muhammad dari Allah. “Shalat lima puluh kali,” jawab Nabi Muhammad.
Mendengar jawaban itu, Nabi Musa meminta Nabi Muhammad kembali menghadap Allah dan meminta dispensasi.
Katanya, umat Nabi Muhammad tidak akan sanggup mengerjakan shalat sebanyak itu dalam sehari semalam.
Kemudian Beliau kembali menghadap Allah dan meminta keringanan. Allah mengabulkan dan menguranginya 10. Jadilah 40.
Ketika melewatinya, Nabi Musa meminta agar Nabi Muhammad kembali menemui Allah dan meminta dikurangi lagi.
Hal itu terjadi beberapa kali hingga Allah ‘hanya’ mewajibkan shalat lima waktu bagi Nabi Muhammad dan umatnya.
Sebetulnya Nabi Musa mendesak Nabi Muhammad untuk meminta keringan lagi. Namun Nabi Muhammad tidak berkenan.
Beliau malu karena sudah bolak-balik meminta keringanan hingga akhirnya tinggal lima. Beliau ridha dan menerima perintah Allah untuk shalat lima kali satu hari satu malam.
Abu Bakar mendapatkan gelar as-Siddiq. Keesokan harinya, Nabi Muhammad menceritakan apa yang telah dialaminya. Yakni pergi ke Masjidil Aqsa dari Masjidil Haram, kemudian lanjut naik ke lapisan-lapisan langit hingga Sidrah al-Muntaha.
Hal itu membuat musuh-musuh Islam mengolok-ngolok Nabi Muhammad. Bagaimana mungkin perjalanan yang saat itu membutuhkan waktu sebulan untuk pergi dan sebulan untuk pulang, ditempuh hanya dalam satu malam saja.
Bagi mereka itu adalah sesuatu yang mustahil. Sehingga mereka menyebut Nabi Muhammad bohong, pendusta dan mengada-ada.
Ketika merujuk kitab Sejarah Hidup Muhammad (Muhammad Husain Haekal, 2013), penjelasan Nabi Muhammad itu juga membuat sangsi sebagian pengikutnya sehingga mereka akhirnya murtad.
Padahal sebelumnya mereka sudah iman. Namun, karena peristiwa yang tidak masuk akal itu, mereka akhirnya meninggalkan Islam. Sayyidina Abu Bakar tampil ke depan dan membantah orang-orang yang telah mendustakan Nabi Muhammad.
Ia kemudian menemui Nabi Muhammad dan mendengarkan langsung penjelasan tentang apa saja yang dilihat dan dialami Nabi selama Isra Mi’raj, termasuk gambaran Masjidil Haram. Abu Bakar kebetulan pernah pergi ke Yerusalem.
Setelah selesai mendengarkan cerita Nabi, Abu Bakar langsung mendeklarasikan bahwa dirinya percaya dengan apa yang dikatakan Nabi Muhammad Seluruhnya Tanpa ragu sedikit pun.
Oleh sebab itu, Nabi Muhammad kemudian memberikan julukan kepada Abu Bakar dengan ‘as-Siddiq’ (yang berkata benar/ yang membenarkan).
M.Quraish Shihab dalam Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW (2018) menegaskan bahwa peristiwa Isra Mi’raj tidak bisa didekati dengan pendekatan ilmiah.
Karena, pendekatan ilmiah harus berdasarkan pada pengamatan, trial and error, serta eksperimen. Dan ketiganya tidak mungkin diterapkan pada Isra Mi’raj.
Isra Mi’raj hanya terjadi sekali, tidak bisa dilakukan aneka eksperimen untuk membuktikannya dengan berulang-ulang kali, karena Isra Mi’raj tidak menggunakan ‘alat sesuatu apapun.
Masih menurut M Quraish Shihab, Isra Mi’raj hanya bisa didekati dengan pendekatan iman. Sebagaimana yang tertera dalam Al-Qur’an Surat al-Isra’ ayat 1, di situ jelas disebutkan bahwa Allah lah yang memperjalankan hambanya (Nabi Muhammad) dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa pada suatu malam.
Sementara Nabi Muhammad hanyalah objek. Dan Allah tidak membutuhkan waktu dan alat untuk mewujudkan kehendak-Nya.
Kemudian ada sebelas golongan yang ditemui nabi saat israk & mi’raj tersebut.
Menurut Syekh Najmudin Al-Ghaithi dalam kitab Dardir Mi’raj-nya menuturkan kisah-kisah nabi ketika bertemu dengan ummatnya yang bermacam-macam.
Saat itu nabi sedang melakukan perjalanan dari Makkah ke Baitul Maqdis. Nabi SAW agak kaget melihat pemandangan yang begitu nyata dan jelas di pelupuk matanya.
Berikut golongan-golongan umat nabi yang disaksikan dan ditemui saat Isra dan Miraj.
1. Orang-orang yang gemar bersedekah Nabi melihat golongan ini sering memanen tanaman yang baru ia tanam. Setelah dipanen, tanaman tersebut tumbuh kembali. Begitupun seterusnya sehingga hasil panen mereka melimpah ruah. Mereka adalah orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah. Allah akan mengganti semua hal yang diinfakkan di jalan-Nya.
2. Orang-orang yang senantiasa berpegang teguh pada agama Allah Ketika itu nabi mencium bau harum. Ternyata ketika ditanyakan kepada Jibril, bau harum tersebut berasal dari keluarga besar Masyitah yang dimasak hidup-hidup oleh Fir‘aun karena tidak mau mengakuinya sebagai Tuhan.
3. Pemalas mengerjakan shalat fardhu Saat itu Nabi melihat sekelompok orang yang kepalanya pecah. Setelah kepala mereka pecah, kepala tersebut utuh kembali. Setelah itu, kepala mereka pecah kembali. Kemudian utuh seperti semula dan pecah lagi. Kejadian itu berlangsung berkali-kali. Nabi begitu iba melihatnya. Nabi kemudian menanyakan ikhwal itu kepada Jibril yang mendampinginya. Jibril dengan jelas mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang kepalanya berat untuk melaksanakan shalat fardhu sehingga urung menunaikannya. Itulah siksaan yang akan diterima oleh orang-orang yang malas melaksanakan kewajiban shalat fardhu di hari pembalasan nanti.
4. Orang-orang yang enggan bersedekah Setelah itu Nabi SAW menyaksikan beberapa orang yang memakan pohon dhari‘ (pohon kering dan berduri), zaqqum (tumbuhan yang rasanya pahit) dan batu yang panas. Ketika ditanyakan kepada Jibril, orang-orang ini adalah orang yang tidak mau bersedekah.
5. Pezina yang lebih memilih wanita lain di luar istrinya sendiri Kelompok orang ini digambarkan pada saat itu seperti orang yang menggenggam daging empuk dan daging busuk. Namun orang-orang itu memilih memakan daging busuk dari pada daging empuk yang dibawanya. Orang-orang ini, menurut Jibril, adalah orang yang lebih memilih tidur dengan perempuan lain padahal ia memiliki istri yang sah.
6. Para perampok atau pembegal Nabi SAW melihat golongan ini seperti kayu yang berada di tengah jalan. Saat ada orang yang melewati jalan tersebut, orang itu terbakar karena kayu itu.
7. Pemakan harta riba Nabi SAW menyaksikan perumpamaan golongan ini seperti orang yang berenang di sungai yang penuh darah.
8. Rakus jabatan Saat itu Nabi SAW melihat golongan orang yang memikul kayu bakar di pundaknya. Orang-orang yang termasuk golongan ini masih terus menambah kayu bakar yang dipikulnya walaupun sebenarnya mereka tidak kuat memikulnya.
9. Para dai yang tidak mengamalkan ucapannya Para dai ini dilihat oleh nabi seperti sekelompok orang yang lidah dan mulut mereka dipotong dengan menggunakan gunting besi. Setelah dipotong, mulut dan lidah mereka tumbuh seperti semula dan dipotong lagi. Kejadian itu selalu berulang. Ini adalah perumpamaan bagi para dai yang hanya mampu ceramah dan berorasi namun tidak mampu mengamalkan ceramahnya untuk diri sendiri.
10. Para pengumpat Saat itu Nabi SAW melihat golongan orang yang berkuku panjang dan terbuat dari tembaga. Mereka mencakar-cakar muka mereka dengan kuku tersebut. Menurut Jibril, mereka adalah orang-orang yang mengumpat perbuatan orang lain, namun mereka melakukan perbuatan tersebut.
11. Provokator Ketika itu Nabi SAW melihat sebuah lubang kecil. Tiba-tiba keluarlah seekor sapi yang besar dari lubang tersebut. Sapi itu tidak mampu kembali masuk ke lubang tersebut karena terlalu besar. Menurut Jibril, hal itu adalah perumpamaan bagi umat Nabi Muhammad yang melakukan provokasi sehingga menimbulkan masalah yang besar. Saat tersadar akan ulahnya, ia tidak mampu menyelesaikan masalah besar tersebut.
Demikianlah kebesaran dan keagungan perjalanan Nabi Muhammad saw ketika israk dan mi’raj bersama malaikat jibril as, dengan segala kebesaran dan keagungannya Allah swt. Semoga bisa menjadi i’tibar dan keimanan yang betambah pada kita terhadap kisah yang mulia ini.
Walaupun sangat banyak lagi yang mesti kita ketahui dalam al israk mi’raj ini dengan berbagai macam dalil lainnya, yang namun memadalah kiranya dengan ini sebagai pengetahuan kita dan jangan sekali-kali ragu terhadap Kebesaran Allah swt dengan nabinya pada kisah ini. Wallahu a’lamu bishawab.
[Penulis merupakan Ketua Umum Dayah Darul Ma’rifah (Dama) Lampeunerut Ujong Blang, Aceh Besar dan anggota Himpunan Ulama Dayah (Huda) Banda Aceh]