Jakarta – Tim Pencari Fakta (TPF) yang diawaki oleh Persatuan Wartawan Indonesia dalam menelisik kasus tewasnya Mohamad Yusuf, wartawan Sinar Pagi Baru yang tewas di tahanan Polres Kali Baru, Kalimantan Selatan, dituding dibiayai oleh pengusaha hitam Haji Isam..
“Endingnya mudah ditebak, PWI akan mengeluarkan pernyataan bahwa almarhum meninggal secara wajar,” ungkap Wilson Lalengke, Ketua Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) dalam WA-nya di grup Menggugat Dewan Pers, malam ini sekitar 10.30 WIB.
Menurut dia, aroma tidak sedap itu mencuat, berdasar informasi yang diperolehnya, dua hari setelah meninggalnya Mohammad Yusuf, ratusan wartawan di Kalsel “pesta pora” di rumah Gubernur.
“Walau tema acara buka puasa bersama, tapi H. Isam bagi-bagi ampau,” ungkapnya. Dia menyebut, wartawan junior dan kroco menerima ampau sebesar Rp 500 ribu. Sedang Pemred maupun owner media mencapai belasan juta.
“Maksudnya apa itu? Tak masuk dalam nalar saya,” tulisnya di WA, seraya menyebut para wartawan itu robot tanpa hati, para begundal Haji Isam.
“Kawannya tewas di penjara, eh, malah mereka berbahagia dibagi THR oleh simafioso itu,” sambungnya penuh emosional.
Lagi-lagi Wilson menyebut mereka gerombolan pecundang gila. “Semua wartawan di sana penakut, penjilat pantat Isam,” ujarnya.
Wilson juga meminta hati-hati terhadap manuver PWI yang dinilainya pengkhianat pers. “Waspada dan siapkan semangat perlawanan,” pintanya kepada jajaran pers yang tidak tercatat pada PWI dan Dewan Pers.
Apalagi, tambahnya, mendiang Mohammad Yusuf tidak tercatat sebagai anggota PWI, yang selalu dicibir dan dianggap sebelah mata sebagai wartawan abal-abal.
“Lho kok, tiba-tiba mereka peduli menelisik kematian almarhum dengan membentuk TPF,” ujar Wilson.
Begitupun Ketua Ikatan Penulis dan Jurnalis Indonesia (IPJI), Taufiq Rachman SH, Ssos, juga mensinyalir ketidakberesan PWI sebagai TPF.