Wartanusa.id – Dalam upaya untuk memberantas praktik bisnis tidak sehat di sektor kesehatan seperti menaikkan biaya kesehatan semaunya, maka dari itu Kementerian Kesehatan telah bekerjasama dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) guna menyediakan layanan kesehatan yang berkualitas serta terjangkau.
Salah satu tantangan yang dihadapi oleh sektor kesehatan di dalam negeri adalah industri farmasi, ujar Direktur Umum Farmasi dan Peralatan Kesehatan Kementerian Kesehatan, Maura Linda Sitanggang.
Menurut sebuah laporan dari Organization for economic Co-Operation and Development pada tahun 2014 mengungkapkan masalah utama yang dialami sector farmasi di Indonesia adalah hubungan antara para dokter dan perusahaan farmasi. Seringkali para dokter bertindak sebagai agen bagi perusahaan farmasi untuk mendapatkan komisi.
Dari data tersebut dikatakan bahwa dokter yang berhasil menjual resep obat dari perusahaan tertentu akan menerima bonus yang tidak dikatakan berapa besar jumlahnya.
Banyak yang percaya bahwa praktik dokter tersebut melarang pasien untuk membeli obat di luar, semua obat yang diberikan ke pasien harus mendapat resep dari dokter.
KPPU menemukan dalam sebuah penelitian internal dokter yang bertindak sebagai agen untuk perusahaan farmasi tertentu difuga akan menerima sebanyak 30 persen dari total penjualan.
Ditambah dengan fakta bahwa Indonesia masih mengimpor 90 persebn bahan baku untuk industri farmasi dan obat-obatan. Hal ini membuat beberapa harga obat terlampau tinggi apalagi obat-obat tersebut tergolong berkualitas tinggi.
Oleh karena itu pada hari Jumat (10/2), Kementerian Kesehatan menandatangi nota kesepahaman (MoU) dengan KPPU dimana KPPU bertugas membantu memantau industri di sektor kesehtan terutama pada layanan kesehatan dan obat-obatan.
“Kami akan secara aktif memantau pelaksanaan regulasi dengan asosiasi apoteker,” ujar Ketua KPPU Muhammad Syarkawi Rauf.
Di Indonesia, obat yang diresepkan oleh dokter dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu paten, off paten, dan generic. Obat off paten merupakan obat paten yang dikemas ulang dengan merek baru. Harganya lebih murah dibandind dengan obat paten namun sedikit lebih mahal dibanding obat generic.
Salah satu kasus misalnya pasien membayar harga yang lebih tinggi untuk obat yang diresepkan oleh dokter. Contoh, seperti flu misalnya, beberapa dokter bisa meresepkan obat yang terdiri dari obat off paten dan vitamin yang bisa mencapai harga Rp. 265 ribu rupiah.
Namun berkat adanya peraturan yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan, pasien bisa mencari alternative obat yang lebih murah missal obat generic misalnya. Obat generic pada dasarnya memiliki bahan dasar yang sama akan tetapi jauh lebih murah dari obat yang diterima dari resep dokter.
(as)